Gerakan 30 S/PKI

Gerakan 30 September 1965/PKI adalah pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Gerakan 30 September 1965/PKI bertujuan menggantikan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Komunis.

Setelah pemberontak PKI Madiun berhasil ditumpas PKI terus bergerak menebar pengaruhnya dikalangan masyarakat. Setelah berhasil dan banyak mendapatkan simpatisan dari kalangan masyarakat akhirnya PKI berhasil menjadi sebuah partai besar dan ikut dalam pemilihan pertama pada tahun 1955.

Bendera dan Lambang PKI
Sejak D.N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI Tahun 1951 ia membangun kembali yang terpecah belah diakibatkan oleh pemberontakan PKI di Madiun pada Tahun 1948. Citra PKI yang luntur kembali dibangun oleh D.N. Aidit. PKI secara rahasia membangun biro khusus untuk mempersiapkan kader-kader diberbagai organisasi politik termasuk dalam tubuh ABRI. Untuk memuluskan aksinya PKI juga mendekati Presiden Soekarno untuk melakukan politik dengan membersihkan setiap organisasi yang menjadi lawan politik Presiden.

D.N. Aidit
Kerja keras PKI untuk mengembalikan wibawanya dihati masyarakat membuahkan Hasil. Pemilihan Umum I pada 29 September 1955 untuk memilih Anggota DPR dan pada 15 Desember 1955 untuk memilih Anggota Dewan Konstituante, PKI Partai Komunis Indonesia berhasil menjadi sebuah partai politik besar ke-4 diantara PNI Partai Nasional Indonesia, Masyumi Majelis Syuro Muslimin, NU Nahdlatul Ulama. PKI terus memperluas pengaruhnya dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat Pedesaan dan Kaum Buruh. Sedangkan untuk memperkuat posisi dibidang pemerintahan PKI melakukan penyusupan diberbagai organisasi-organisasi dan didalam tubuh organisasi ABRI.

Kondisi dunia politik Indonesia saat itu yang kurang baik dimanfaatkan PKI untuk mendekati Presiden serta berusaha mempengaruhi setiap kebijakan yang akan diputuskan. Gagalnya Dewan Konstituante menjalankan tugasnya menyusun UUD baru mendorong Presiden untuk mengambil sebuah keputusan. Presiden Soekarno kemudian memutuskan membubarkan Dewan Konstiuante melalui sebuah Dekrit pada 5 Juli 1959 pada Hari minggu pukul 17.00 WIB di Istana Merdeka Jakarta adapun Isi dari Dekrit Presiden mencakup 3 hal:
  1. Membubarkan Dewan Konstituante
  2. Kembali kepada UUD 1945
  3. Membentuk MPRS dan DPAS
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan tahap awal berlakunya sistem Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan Presiden sangat besar dan mutlak. Presiden Soekarno selanjutnya memperkenalkan ajaran Nasakom dimana setiap lembaga kenegaraan harus berintikan golongan Nasionalis (PNI), Agama (NU), dan Komunis (PKI).

Suasana Pembacaan Dekrit Presiden
Kebijakan Pemerintah Demokrasi Terpimpin dalam politik luar negeri juga mengalami perubahan. Kebijakan Luar negeri Indonesia yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 yang bersifat bebas dan aktif kemudian menjadi kebijakan Konfrontasi. Kebijakan Konfrontasi muncul didasarkan pada kebencian bangsa Indonesia terhadap bangsa Penjajah. Untuk itu pemerintah Indonesia memiliki Politik luar negeri yang memihak kepada NEFO New Emerging Forces yang beranggotakan negara negara antiimperialism-kolonialisme seperti RRC, Vietnam, Korea Utara, Rusia dan Rumania. Setelah memihak kepada pihak NEFO Pemerintah Indonesia pada masa Demorasi Terpimpin secara nyata menentang OLDEFO Old Emerging Forces beranggotakan negara Liberalis-kapitalis diantaranya Amerika Serikat,Ingris, Prancis, dan Belanda.

Politik luar negeri Indonesia yang berpihak kepada anggota NEFO kemudian memunculkan poltik baru yaitu Politik Mercusuar. Politik mercusuar merupakan sebuah pandangan bahwa Indonesia merupakan lampu penerang yang dapat memberikan jalan bagi anggota NEFO diseluruh dunia. Untuk melaksanakan politik Mercusuar ditandai dengan pelaksanaan GANEFO Games of the New Emerging Forces pada tahun 1962 dengan Indonesia sendiri sebagai tuan rumah pelaksanaan GANEFO.

Suasana Pelaksanaan Ganepo
Politik Konfrontasi Indonesia dimulai dengan memutuskan hubungan diplomatis dengan Malaysia pada 17 September 1963. Pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno memberikan komando untuk menyerang Malaysia yang dikenal dengan Dwikora yang berisi:
  1. Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia
  2. Bantu Perjuangan Rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Setelah dikeluarkanya Dwikora kontak senjata Indonesia dengan Malaysia tidak dapat dihindari. Pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia keluar dari PBB sebagai aksi penolakan terpilihnya Malaysia sebagai Anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kontak senjata Indonesia dengan Malaysia terus berlangsungsung hingga diakhiri dengan persetujuan Jakarta Accord 11 Agustus 1966.

Suasana Pembacaan Pidato Presiden Tentang Dwikora
Keluarnya Indonesia sebagai anggota PBB serta dianggap memihak kepada golongan Komunis akhirnya Indonesia dikucilkan dari dunia Internasional. Indonesia dengan RRC kemudian terjalin kerjasama. Kerjasama Indonesia dengan RRC ini terjalin karena memiliki nasib yang sama tidak menjadi Anggota Dewan Keamanan PBB. Sejak saat itu pengaruh Komunisme di Indonesia semakin kental dan mampu memasuki kalangan pemimpin pemerintahan.

Setelah PKI merasa sudah cukup kuat PKI melakukan Provokasi terhadap terhadap pimpinan TNI Angkatan Darat dan Dewan Jendral dituduh akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat peringatan ulang tahun ABRI 5 Oktober 1965. Provokasi dilakukan kembali kepada Dewan Jendral dengan menyatakan Dewan Jendral sebagai agen Nekolim (Amerika Serikat atau Ingris). Merasa dituduh oleh PKI kemudian satuan ABRI melakukan pembalasan dengan menuduh PKI sendiri yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Pada bulan sepetember 1965 puluhan ribu tentara akan berkumpul di Jakarta dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965. Kemudia hal ini mengundang banyak pertanyaan dikalangan elit politik tentang adanya kudeta pada saat itu.

Setelah beberapa kali melakukan pertemuan rahasia akhirnya PKI mengambil keputusan untuk melaksanakan kudeta pada tanggal 30 September 1965. Gerakan 30 September 1965 merupakan operasi militer secara fisik yang dipimpin oleh Kolonel Untung Komandan Batalion Resimen Cakrabirawa. Kemudian Kolonel Untung memerintahkan kepada pasukan militernya untuk melaksanakan kudeta pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari. Serangan akhirnya dilaksanakan dengan melakukan aksi penculikan terhadap 6 Perwira dan Perwira Pertama Angkatan Darat. Mereka disiksa dan dibunuh kemudian dibawa ke Lubang Buaya Markas PKI yang terletak sebelah selatan pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Untuk menghilangkan Jejak pembunuhan agar tidak diketahui oleh pemerintahan Republik Indonesia Jasad para Perwira ini dibuang kedalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya kemudian ditutupi dengan tumpukan sampah. Adapun ketujuh korban keganasan PKI tersebut yaitu:
  1. Letnan Jendral Ahmad Yani
  2. Mayor Jendral R. Soeprapto
  3. Mayor Jendral Haryono Mas Tirtodarmo
  4. Mayor Jendral Suwondo Parman
  5. Brigadir Jendral Donald Izacus Panjaitan
  6. Brigadir Jendral Soetojo Siswomiharjo
  7. Letnan Sati Pierre Andreas Tendean
Dalam Gerakan 30 September 1965 tersebut salah satu target operasinya berhasil selamat yaitu Jendral A.H. Nasution yang berhasil melarikan diri dengan kaki tertembak. Namun sang putri Ade Irma Suryani  tertembak hingga meninggal dunia. Gerakan 30 September berhasil menculik Adjudan Jendral A.H. Yani yaitu Letnan Sati Pierre Andreas Tendean.

Pada waktu yang bersamaan PKI juga berusaha merebut kekuasaan dibeberapa kota diantaranya Yogyakarta, Solo, Wonogiri, dan Semarang. PKI berhasil menduduki Radio Republik Indonesia (RRI) dan mengumumkan secara langsung oleh Kolonel Untung tentang berdirinya Dewan Revolusi pada 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi daerah Yogyakarta dipimpin oleh Mayor Mulyono yang berhasil Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono mereka kemudian terbunuh oleh para penculik di desa Kentungan sebelah utara kota Yogyakarta.

Untuk menumpas Gerakan 30 September 1965 pemerintah Indonesia mengambil beberapa tindakan yaitu:
  • Menetralisir Pasukan Batalion 503 Brawijaya dan Batalion 545 Diponegoro yang berada disekitar Medan Merdeka dari pengaruh PKI dan berhasil di Netralisir
  • Melakukan Operasi Militer pada 1 Oktober 1965 pukul 19.15 WIB berhasil menduduki kembali Gedung RRI pusat. Pasukan Batalion 238 Kujang/Siliwangi berhasil mengamankan lapangan Benteng dan Markas Kodam V Jaya, kota Jakarta secara penuh berhasil dikuasai oleh ABRI
  • Batalyon Kavaleri berhasil mengamankan BNI Unit I dan percetakan uang di daerah Kebayoran.
  • Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD yang dibantu oleh Batalyon 238 Kujang/Sillwangi dan Batalyon I Kavalen berhasil menduduki Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma.
  • Pembersihan ke kampung-kampung di sekitar Lubang Buaya dari pengaruh PKI oleh Ajun Brigadir Polisi.

Kekejaman Gerakan G 30S/PKI merupakan pemberontakan terbesar dan sangat berbahaya bagi kehidupan bangsa Indonesia. Kekejaman PKI tersebut menelan banyak Korban Nyawa diantaranya para Perwira-perwira yang gugur. Perwira-perwira yang gugur dalam gerakan G 30S/PKI kemudian diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.

Tugu Pahlawan Revolusi
Untuk selengkapnya mengenai Pahlawan Revolusi Disini